Bagaimana hukum menerima fee dari klien atas sebuah pembelian yang dilakukannya kepada kita atau mencari keuntungan untuk pribadi atas barang perusahaan yang dijual. Padahal hal tersebut tidak di atur secara resmi dalam aturan perusahaan tempat dirinya bekerja ?
Fee tersebut haram hukumnya diterima. Sebab jika seseorang telah bekerja di suatu instansi dan sudah mendapat gaji untuk pekerjaannya itu, maka uang atau harta yang diterimanya selain dari gaji hukumnya haram.
Dalil keharamannya adalah hadis sahih, yang diriwayatkan dari Buraidah RA dari ayahnya bahwa Nabi SAW bersabda :
“Barangsiapa yang telah kami jadikan pegawai, lalu telah kami berikan gaji kepadanya, maka apa saja yang diambilnya selain dari gaji itu, adalah suatu kecurangan/pengkhianatan (ghulul).” (HR Abu Dawud). Menurut pentahqiqan Nashiruddin Al-Albani hadis ini sahih, lihat kitab-kitabnya : Misykatul Mashabih, 2/353;Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 1/191, Ghayatul Maram fi Takhrij Ahadits Al-Halal wa Al-Haram, 1/265, Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud, 6/443; Imam Syaukani, Nailul Authar, 6/459).
Arti asal ghulul adalah pengkhianatan dalam ghanimah (harta rampasan perang) dan dalam harta fai`(al-khiyanah fi al-ghanimah wa maal al-fai`) (‘Aunul Ma’bud, 6/419). Maksudnya, ghulul adalah mencuri harta rampasan perang sebelum harta rampasan itu dibagikan (as-sariqah minal ghanimah qabla al-qismah, stealing from the war booty before its distribution). (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al-Fuqaha`, hal.250).
Namun, hadis di atas sebenarnya bermakna umum, yaitu dapat diterapkan dalam hukumijarah (akad tenaga kerja/pegawai), tidak hanya berlaku untuk konteks kecurangan dalam harta ghanimah. Sebab pemaknaan ghulul sebagai pencurian harta ghanimah hanyalah pemaknaan menurut kebiasaan yang terjadi pada ghalibnya (al-ghalib al-urfi) (Al-Munawi,Faidhul Qadir Syarah Al-Jami’ Ash-Shaghir, 6/73).
Selain itu, hadis di atas datang dalam bentuk umum, yaitu diawali dengan kata “man” (barangsiapa), yang merupakan lafal umum. Jadi, kata ghulul dapat diartikan secara umum, yaitu mengambil sesuatu lalu memanipulasinya ke dalam hartanya sendiri, atau tindakan yang dilakukan secara tidak jujur (akhdzu asy-syai`i wa dassuhu fi mataa’ihi; to act unfaithfully) (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al-Fuqaha`, hal.250).
Walhasil, kata ghulul tidak hanya dapat diterapkan untuk konteks pencurian ghanimah, tapi dapat berlaku pula untuk setiap pengkhianatan atau kecurangan dalam urusan harta benda. Maka tak heran Imam Syaukani menjelaskan pemberlakukan hadis di atas dalam konteks hukum ijarah dengan berkata :
“Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa tidak halal bagi seorang pegawai (‘amil) mengambil tambahan dari apa yang telah ditetapkan oleh pihak yang mempekerjakannya, dan bahwa apa yang diambilnya di luar gaji itu, adalah termasuk pengkhianatan (ghulul). (Imam Syaukani, Nailul Authar, 6/459).
Dengan demikian, berdasarkan hadis ini, jika seseorang telah bekerja untuk suatu pihak yang mempekerjakannya (baik yang mempekerjakannya itu individu maupun pemerintah), dan orang itu sudah mendapat gaji untuk pekerjaannya, maka uang atau harta yang diambilnya/diterimanya selain dari gaji tersebut, hukumnya haram.
Kesimpulannya, fee tersebut haram hukumnya dan tidak boleh diterima. Praktik semacam ini harus segera diakhiri, karena termasuk dosa, bahkan dosa besar (al-kaba`ir). (Al-Munawi, Faidhul Qadir Syarah Al-Jami’ Ash-Shaghir, 6/73). Nauzhu billah min dzalik.Wallahu a’lam.
Sumber : http://syiar-islam.web.id/?p=843 dengan modifikasi.
No comments:
Post a Comment